Matahari Terbit di Balkon RS Kariadi
Friday, June 29, 2012
Entah kenapa kok jadi pengen nulis ini, jadi begini : saya punya kebiasaan yang diluar habitat saat berada hampir 3 bulan di rumahsakit, yaitu menunggu pergantian hari, menungguu matahari terbit di atas balkon lantai 3 ruang ginekolog RS Kariadi Semarang.
Ibu saya divonis kangker mulut rahim stadium 3, harus rawat inap, menjalani kemoterapi dan disinar secara rutin. Suatu malam ibu memamerkan perutnya yang ditattoo gambar lingkaran hitam di bagian perut depan dan di pinggang. "besok ibu bakalan disinar, ibu dianter ya nang" permintaan ibu sembari berbaring dan menutup perutnya. "iya bu, akan aku antar, janji nanti kalo udah sembuh tak boncengin pake motor muter kampung".
"Ibumu itu termasuk wanita yang tegar dan kuat mas" sapa seorang bapak yang menunggui istrinya di tempat tidur sebelah. Iya ibu saya itu wanita yang tegar sekaligus kasihan, setiap pagi setelah saya pamit pulang untuk kerja, ibu terbaring sendirian tidak ada yang menemani, jalan ke tempat penyinaran sendiri, ke kamar mandi juga sendiri, hanya kadang ditemani oleh mahasiswi keperawatan yang magang.
Aku cium kening ibu kemudian terisak menuju balkon, takut kalo dia mendengar kebisinganku mengusap air mata. "Apapun yang aku punya akan kuberikan untuk kesembuhan ibu" itu ucapanku saat duduk terpaku di ujung balkon. Maafkan anakmu yang kadang egois ini, hanya bisa menemani setelah hari mulai gelap.
Sudah dini hari namun belum juga bisa tidur. Okelah, saya akan menunggu di balkon saja, memandangi bintang yang bergerombol menunggu matahari terbit esok hari.
"Eh sekarang jam berapa?" tanya seorang gadis yang ibunya juga dirawat disana, namun beda ruang.
"jam setengah empat, kamu kenapa kesini?"
"aku mau lihat matahari tebit juga kak"
Sebut saja Putri, rambutnya tergerai sebahu, pipinya cabi dan pembawaanya ceria. Kami ngobrol beberapa lama walaupun saya lebih banyak diamnya sambil memandangi bintang yang bercengkrama sampai pagi.
Hampir tiap kali tidak bisa tidur saya mampir ke balkon dan memandangi bintang, seketika dia muncul melompat dari kamarnya dengan senyum lebar, kadang juga mengagetkan dari belakang "hiyaaaa ngalamun kan!!". Namun senyumnya kali ini terasa berbeda.
Bersambung...
Ibu saya divonis kangker mulut rahim stadium 3, harus rawat inap, menjalani kemoterapi dan disinar secara rutin. Suatu malam ibu memamerkan perutnya yang ditattoo gambar lingkaran hitam di bagian perut depan dan di pinggang. "besok ibu bakalan disinar, ibu dianter ya nang" permintaan ibu sembari berbaring dan menutup perutnya. "iya bu, akan aku antar, janji nanti kalo udah sembuh tak boncengin pake motor muter kampung".
"Ibumu itu termasuk wanita yang tegar dan kuat mas" sapa seorang bapak yang menunggui istrinya di tempat tidur sebelah. Iya ibu saya itu wanita yang tegar sekaligus kasihan, setiap pagi setelah saya pamit pulang untuk kerja, ibu terbaring sendirian tidak ada yang menemani, jalan ke tempat penyinaran sendiri, ke kamar mandi juga sendiri, hanya kadang ditemani oleh mahasiswi keperawatan yang magang.
Aku cium kening ibu kemudian terisak menuju balkon, takut kalo dia mendengar kebisinganku mengusap air mata. "Apapun yang aku punya akan kuberikan untuk kesembuhan ibu" itu ucapanku saat duduk terpaku di ujung balkon. Maafkan anakmu yang kadang egois ini, hanya bisa menemani setelah hari mulai gelap.
Sudah dini hari namun belum juga bisa tidur. Okelah, saya akan menunggu di balkon saja, memandangi bintang yang bergerombol menunggu matahari terbit esok hari.
"Eh sekarang jam berapa?" tanya seorang gadis yang ibunya juga dirawat disana, namun beda ruang.
"jam setengah empat, kamu kenapa kesini?"
"aku mau lihat matahari tebit juga kak"
Sebut saja Putri, rambutnya tergerai sebahu, pipinya cabi dan pembawaanya ceria. Kami ngobrol beberapa lama walaupun saya lebih banyak diamnya sambil memandangi bintang yang bercengkrama sampai pagi.
Hampir tiap kali tidak bisa tidur saya mampir ke balkon dan memandangi bintang, seketika dia muncul melompat dari kamarnya dengan senyum lebar, kadang juga mengagetkan dari belakang "hiyaaaa ngalamun kan!!". Namun senyumnya kali ini terasa berbeda.
Bersambung...
4 komentar
saya hanya bisa mendoakan semoga ibundanya cepat sembuh dan sehat selalu... :)
ReplyDeletengomong2 soal berjaga, saya juga pernah berjaga seperti ini ketika nenek saya patah tulang..
ada kesejukan sendiri kita di rumah sakit..
ya sesuatu yang berbeda sekali ketika kita masih sehat..
Bulan-bulan ini setahun kemarin, aku juga merasakan hal yg sama. Dan sekarang kita sama ya slams :D
ReplyDeleteDan kita termasuk org yg beruntung masih diberi kesehatan biar bisa tetap berbakti mendoakan bapak-ibu kita disana
puk puk oky
DeleteSemoga Ibunda diberi rahmat kesembuhan. Menunggu ibu termasuk bakti, yang kelak akan mendapat balasan #Sok bijaksana#
ReplyDeleteSalam kenal